Polemik Harga BBM Di Indonesia
Polemik harga BBM dapat merujuk pada berbagai permasalahan terkait harga BBM, seperti kenaikan harga BBM, subsidi BBM, kebijakan pemerintah dalam mengatur harga BBM, situasi luar negeri dan dampak harga BBM terhadap masyarakat.
Salah satu isu utama dalam polemik harga BBM adalah kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti kenaikan harga minyak dunia, depresiasi mata uang, dan perubahan kebijakan pemerintah mengenai subsidi BBM. Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi inflasi dan daya beli masyarakat, terutama bagi masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia terjadi seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga bahan bakar di Indonesia ditentukan oleh pemerintah melalui kebijakan penetapan harga bahan bakar yang disesuaikan dengan mekanisme pasar dan didasarkan pada rata-rata harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal tahun 2021, terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi di Indonesia. Peningkatan ini dilakukan pemerintah sebagai upaya mengejar target anggaran negara-negara yang terdampak pandemi COVID-19. Meski kenaikan harga BBM hanya berkisar antara Rp500 hingga Rp2.000 per liter, namun hal ini tetap menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Para pendukung kenaikan harga BBM menilai kebijakan ini diperlukan untuk mengurangi defisit APBN dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM. Di sisi lain, pihak yang menentang kenaikan harga BBM menilai kebijakan tersebut merugikan masyarakat dan berpotensi memicu inflasi. Pemerintah Indonesia sendiri telah berupaya mengatasi dampak kenaikan harga bahan bakar, antara lain dengan memberikan subsidi langsung kepada masyarakat miskin dan mengalokasikan dana penghematan subsidi bahan bakar untuk pembangunan infrastruktur dan program sosial. Namun kenaikan harga bahan bakar minyak di Indonesia masih menjadi topik kontroversial dan menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di tengah pandemi yang masih berlangsung.
Subsidi BBM juga menjadi isu penting dalam polemik harga BBM. Subsidi bahan bakar di Indonesia merupakan kebijakan pemerintah yang memberikan bantuan atau keringanan biaya kepada masyarakat dalam pembelian bahan bakar tertentu, seperti premium dan solar, untuk mengurangi beban biaya hidup masyarakat. Kebijakan subsidi bahan bakar ini telah dilakukan sejak tahun 1950an dan menjadi kebijakan kontroversial di Indonesia. Di satu sisi, subsidi BBM dinilai sebagai kebijakan yang pro rakyat karena memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama masyarakat yang tingkat ekonominya rendah, karena bisa membeli BBM dengan harga lebih murah. Selain itu, subsidi BBM dinilai sebagai kebijakan yang dapat membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat ketahanan energi nasional. Namun di sisi lain, subsidi BBM juga dinilai merupakan kebijakan yang tidak berkelanjutan karena memberikan beban besar pada APBN dan cenderung hanya menguntungkan kelompok tertentu yaitu pengguna kendaraan bermotor. Selain itu, subsidi bahan bakar juga dinilai menjadi pemicu kerusakan lingkungan karena meningkatkan penggunaan kendaraan bermotor dan mengurangi insentif untuk beralih ke energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Sejak tahun 2014, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi subsidi bahan bakar secara bertahap dengan memperkenalkan program penyesuaian harga bahan bakar yang mengatur penyesuaian harga bahan bakar secara berkala untuk mencerminkan fluktuasi harga minyak dunia. Langkah ini menimbulkan kontroversi dan protes dari sebagian masyarakat karena kenaikan harga bahan bakar yang tiba-tiba dan signifikan dapat meningkatkan biaya hidup mereka. Meskipun demikian, upaya pengurangan subsidi bahan bakar dianggap sebagai kebijakan yang diperlukan untuk mencapai keberlanjutan fiskal dan lingkungan yang lebih baik bagi negara dan masyarakat.
Kebijakan pemerintah dalam mengatur harga BBM juga menjadi isu dalam polemik harga BBM. Pemerintah mempunyai peran penting dalam penentuan harga BBM, baik melalui subsidi maupun regulasi harga. Beberapa pihak mengkritik kebijakan pemerintah yang cenderung memberikan subsidi bahan bakar dalam jumlah besar, sementara di sisi lain pemerintah juga mengenakan cukai dan pajak bahan bakar yang tinggi. Awalnya harga BBM di Indonesia ditentukan berdasarkan mekanisme pasar yang ditetapkan pemerintah. Namun pada tahun 2005, pemerintah mulai menerapkan kebijakan harga bahan bakar yang diatur oleh pemerintah melalui penyesuaian harga secara berkala. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap fluktuasi harga minyak dunia yang tidak stabil dan terus meningkat. Pemerintah menetapkan harga bahan bakar dalam negeri berdasarkan harga minyak mentah Indonesia. Namun akibat kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2008, pemerintah Indonesia terpaksa menaikkan harga bahan bakar sebesar 28,7%. Kebijakan kenaikan harga BBM ini menuai protes dari masyarakat dan demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia. Pada tahun 2013, pemerintah kembali menaikkan harga BBM sebesar 44%. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi defisit APBN akibat subsidi BBM yang terlalu besar. Namun kebijakan ini juga menimbulkan protes dan demonstrasi di beberapa kota di Indonesia. Pada tahun 2014, pemerintah menghapus subsidi bahan bakar untuk jenis Premium dan memperkenalkan bahan bakar bersubsidi baru yaitu Pertalite dan Pertamax. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit APBN dan mengurangi penggunaan bahan bakar premium yang tidak ramah lingkungan. Namun kebijakan ini juga menimbulkan polemik di masyarakat karena kenaikan harga BBM Premium yang cukup signifikan. Pada tahun 2020, pemerintah akan kembali melakukan penyesuaian harga BBM dengan menurunkan harga seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Namun kebijakan tersebut kembali menuai kontroversi karena dianggap tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat dan tidak sebanding dengan kenaikan harga BBM sebelumnya.
Selain kebijakan harga BBM di Indonesia, situasi di luar negeri juga menjadi faktor yang mempengaruhi harga BBM. Jika harga minyak mentah di pasar dunia naik, maka harga bahan bakar minyak di Indonesia kemungkinan besar juga akan naik. Pasalnya, Indonesia masih mengimpor sebagian besar kebutuhan bahan bakarnya dari luar negeri, terutama dari negara produsen minyak mentah seperti Arab Saudi, Iran, dan Rusia. Ketidakstabilan politik di negara-negara penghasil minyak dapat mengganggu pasokan minyak mentah ke Indonesia. Konflik Rusia dapat berdampak pada pasokan bahan bakar di Indonesia karena Indonesia mengimpor sebagian besar bahan bakar yang dikonsumsinya. Jika produksi minyak mentah Rusia terganggu akibat konflik, maka pasokan bahan bakar yang dihasilkan juga akan terkena dampaknya. Selain itu, harga BBM di pasar global dapat meningkat akibat ketidakpastian pasokan yang dapat berdampak pada kenaikan harga BBM di Indonesia. Selain itu, perusahaan yang bergerak di sektor energi dan pertambangan di Indonesia juga bisa terkena dampaknya karena terikat kontrak jangka panjang dengan perusahaan Rusia. Jika konflik mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan Rusia, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian pasokan dan harga yang lebih tinggi. Dampak lain yang dapat terjadi adalah peningkatan biaya impor bahan bakar karena pemerintah Indonesia mungkin perlu mencari pasokan dari negara lain dengan harga lebih tinggi jika pasokan dari Rusia terganggu. Selain itu, ketidakpastian dan kenaikan harga dapat berdampak pada inflasi dan stabilitas perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Secara keseluruhan, konflik di Rusia dapat berdampak pada pasokan dan harga bahan bakar di Indonesia, serta dapat mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan di sektor energi dan pertambangan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu memantau situasi dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pasokan bahan bakar dan stabilitas perekonomian negara. Perubahan peraturan di negara-negara penghasil minyak. Jika negara-negara penghasil minyak mengubah peraturan yang membatasi ekspor minyak mentah, maka pasokan minyak mentah ke Indonesia bisa terganggu. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara-negara penghasil minyak juga dapat berdampak pada harga bahan bakar di Indonesia. Jika nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang negara penghasil minyak, maka harga BBM di Indonesia bisa naik karena biaya impor BBM semakin mahal.
Dampak harga BBM terhadap masyarakat juga menjadi isu penting dalam polemik harga BBM. Kenaikan harga BBM dapat berdampak pada berbagai sektor perekonomian, seperti transportasi, industri, dan pertanian. Hal ini dapat mempengaruhi biaya produksi, harga barang dan jasa, serta tingkat inflasi. Di sisi lain, subsidi BBM dapat memberikan manfaat bagi masyarakat berpendapatan rendah yang membutuhkan BBM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Dari segi hukum, polemik harga BBM di Indonesia menyangkut beberapa aspek hukum terkait pengaturan harga dan kebijakan energi nasional. Terdapat beberapa undang-undang yang mengatur harga BBM di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 39 Tahun 2014 tentang Penetapan Harga Eceran Harga Jual Bahan Bakar Minyak. Terkait dengan penetapan harga BBM, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 mengatur bahwa penetapan harga harus didasarkan pada prinsip persaingan usaha yang sehat, berkeadilan, dan kepentingan nasional. Selain itu, aturan tersebut juga mengatur bahwa pemerintah harus memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat dalam menetapkan harga BBM. Namun penetapan harga BBM juga harus memperhatikan kebijakan energi nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang mengatur bahwa kebijakan energi nasional harus mengutamakan kepentingan nasional dan kelangsungan pasokan energi dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Dalam praktiknya, penetapan harga BBM di Indonesia seringkali menjadi polemik akibat kebijakan pemerintah yang kurang transparan dan seringkali bersifat politis. Selain itu, perubahan harga BBM yang terlalu cepat dan drastis juga dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat kurang mampu. Pemerintah harus memperhatikan prinsip keadilan, persaingan usaha yang sehat dan kepentingan nasional dalam penetapan harga BBM. Selain itu, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penetapan harga juga harus terjamin untuk memastikan kebijakan yang diambil sesuai dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mengatasi polemik harga BBM, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor terkait pengaturan harga BBM, seperti kenaikan harga minyak dunia, subsidi BBM, dan dampak harga BBM terhadap masyarakat. Pemerintah dapat mempertimbangkan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan seperti energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar. Selain itu, pemerintah juga dapat mengoptimalkan kebijakan subsidi BBM untuk memastikan subsidi BBM tepat sasaran dan tidak membebani APBN.
Magister Sains Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga
email : Nawawi.unair@gmail.com