Berita

Mengapa China Murka Pejabat AS Kunjungi Taiwan?

China kerap murka dengan kunjungan para pejabat negara Amerika Serikat ke Taiwan. Beijing menilai kunjungan pejabat AS ke Taiwan sebagai bentuk dukungan terhadap pulau itu yang gigih ingin memerdekakan diri. Lawatan tersebut, menurut China, bisa mengancam kedaulatan dan membahayakan hubungan diplomatik kedua negara ini. Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai bagian dari kedaulatannya. Mereka akan melakukan apa saja untuk mempertahankan pulau itu, bahkan jika perlu dengan paksaan. China juga mewanti-wanti bagi siapa saja atau negara mana pun yang berkunjung ke Taiwan akan mendapat hukuman. Bisa saja berupa sanksi, pemutusan hubungan diplomatik, atau tindakan tegas lain. Bulan lalu, militer Beijing sampai-sampai menembak rudal ke perairan dekat pulau itu buntut lawatan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi. Beberapa pejabat China menilai kunjungan Pelosi sangat berbahaya dan provokatif. Salah satu yang turut buka suara adalah Juru Bicara Menteri Luar Negeri China, Hua Chunying. “Sifat kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke wilayah Taiwan bukan soal demokrasi, tetapi merupakan masalah tentang kedaulatan dan integritas teritorial China,” kata Hua, dikutip Anadolu Agency. Menurut Hua, setiap upaya AS memprovokasi China, justru akan mempermalukan diri sendiri. Ia mengutip insiden kunjungan Pelosi sebelumnya yang memicu kerusuhan orang-orang berbaju hitam di Hong Kong. China sudah berulang kali memperingatkan ke AS agar tak “main api” soal Taiwan dan membatalkan kunjungan itu. Namun, Washington abai. Di hari saat Pelosi tiba, China mengumumkan latihan militer besar-besaran. Di hari pertama latihan, 11 rudal meluncur ke perairan dekat Taiwan. Menurut pengamat lembaga think tank di Center for China and Globalization, Andy Mok, mengatakan tindakan keras Beijing menunjukkan kekhawatiran soal posisi China. “Jika China tak merespons dengan tegas, termasuk dengan respons militer, maka ini bisa memberanikan negara lain melemahkan upaya China dan reunifikasi lintas selat, yang merupakan masalah penting bagi China,” kata Andy seperti dikutip Nikkei Asia.

Kunjungan Anggota Kongres AS ke Taiwan
Belum reda amarah China atas kunjungan Pelosi, Kongres AS malah turut melawat pada 14 Agustus. Di hari itu, China mengumumkan latihan militer baru dan mengerahkan belasan jet tempur ke garis median Taiwan, pembatas yang memisahkan China-Taiwan. Sepekan kemudian yakni pada 21 Agustus, Gubernur Indiana, Amerika Serikat, Eric Holcomb, juga berkunjung ke Taiwan. Dalam kunjungan itu, Holcomb bertemu dengan pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademisi untuk memperkuat kerja sama di bidang ekonomi dan pendidikan antara AS-Taiwan. Ia juga bertemu dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing Wen. Dalam pertemuan tersebut, pemimpin pulau itu mengatakan Taiwan adalah sekutu kunci di bidang keamanan dan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. Lalu pada 30 Agustus, Gubernur Arizona, Doug Ducey, juga berkunjung ke Taiwan. Setiap China marah, AS akan berdalih bahwa mereka menjunjung prinsip Satu China. Prinsip ini merupakan kebijakan yang hanya mengakui China, dengan pusat pemerintahan di Beijing, adalah pemerintah yang sah meliputi Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Namun, di sisi lain Washington juga mempunyai Undang-Undang Relasi Taiwan (RTA).

UU Kerja Sama AS dan Taiwan
Berdasarkan UU itu, AS bisa menjalin hubungan dengan rakyat Taiwan dan pemerintahan pulau itu tanpa menjelaskan spesifik pemerintahan yang dimaksud. AS selama ini menganggap Taiwan sebagai mitra kunci di bidang keamanan dan ekonomi di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, Taiwan adalah wilayah yang sangat penting bagi AS, sehingga mereka perlu memastikan status pulau itu tetap terjaga. Salah satu pengamat di Foundation for Defence Democracie, Craig Singleton, menilai AS yakin China sangat takut Taiwan menjadi negara demokrasi. “Jadi Amerika meningkatkan tekanan terhadap negara kepulauan itu dan Beijing mengeluarkan ancaman untuk bersatu kembali. Mereka tak hanya melihat ancaman, mereka melihat diri mereka sendiri,” kata Singleton dikutip Newsweek. Sementara itu, Taiwan bagi China adalah bagian dari kedaulautan mereka. Beijing bersandar pada Konsensus 1992. Kesepakatan ini tercapai antara PKC dan KMT. Namun, kedua pihak tak setuju akan isi konsensus tersebut. Bagi Presiden Xi Jinping, Konsensus 1992 mencerminkan kesepakatan bahwa kedua sisi selat itu milik China. “Dan akan bekerja sama untuk mengupayakan reunifikasi nasional,” kata Jinping pada 2019 dikutip Council Foreign Relations. Pengamat dari Universitas Stanford, Oryana Skilar Mastro, mengatakan perang saudara antara China-Taiwan sebetulnya masih berlanjut. Perang itu disebut berhasil jika Beijing sukses mengatasi masalah Taipei yang ingin menjadi negara merdeka. “Ini masalah emosional dan politik,” kata Mastro. China dan Taiwan pernah terlibat perang pada 1945. Partai Komuni China dan Partai Kuomintang (KMT) yang berhaluan nasionalis saling berebut kekuasaan. Namun, KMT kalah dan lari ke Taiwan. Di pulau ini, mereka mendirikan pemerintahan sendiri.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220902070753-113-842230/mengapa-china-murka-pejabat-as-kunjungi-taiwan/2

Related Articles

Back to top button