Pengamatan & Debat

Pentingnya Keberadaan CSR (Corporate Social Responsibility) Sebagai Alternatif Pendukung Keuangan Dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat

Suatu perusahaan dengan tata kelola yang baik tidak hanya dihadapkan pada tanggungjawab yang berfokus pada nilai perusahaan berupa aspek keuangan saja, namun perusahaan perlu menjamin nilai perusahaan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan, atau dikenal dengan istilah CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggungjawab sosial perusahaan.

CSR merupakan tanggung jawab perusahaan baik profit  ataupun non profit atas dampak keputusan dan kegiatan yang diambil terhadap masyarakat dan lingkunganya. Perusahaan memiliki komitmen untuk meminimalisir dampak negatif dan memaksimalkan kontribusi kepada Stakeholders (Para Pemangku kepentingan), baik individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan.

Secara garus besar Stakeholder dibagi menjadi dua, yaitu inside stakeholder  (para manajer, pemegang saham, dan karyawan) dan outside stakeholder (Pemerintah, rekan kerja perusahaan, dan masyarakat).

Gagasan CSR terlahir dari 3 periode yang berbeda yaitu :

  1. Perkembangan awal konsep CSR di tahun 1950-1960an, yang mana CSR lebih mengarah pada derma/sumbangan/Charity.
  2. Perkembangan selanjutnya di era tahun 1970-1980 an, CSR memiliki tiga dimensi yaitu Social Obligation dimana perilaku korporasi yang menekankan pada aspek ekonomi dan hukum, Social Responsibility merupakan perilaku korporasi yang menyelaraskan social obligation dengan nilai dan norma dimasyarakat, dan Social Responsiveness merupakan perilaku korporasi yang berkaitan dengan tindakan antisipasi dan preventif, seperti memenuhi semua syarat perijinan yang ditetapkan oleh pemerintah, seperti AMDAL, ANDALALIN, dan lain-lain.
  3. Kemudian yang terakhir konsep CSR di era tahun 1990an sampai saat ini, definisi tanggungjawab sosial perusahaan telah merujuk pada konsep Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa hal-hal yang melatarbelakangi adanya CSR tidak lain, tidak bukan tapi semata-mata untuk kepentingan bersama, baik perusahaan, masyarakat maupun pemerintah.

PEMBAHASAN

Corporate Social Responsibility, yang lebih familiar kita kenal dengan CSR, atau disingkat CSR* adalah merupakan bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar, yang ini merupakan suatu konsep bahwa organisasi atau khususnya suatu perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan, seperti terhadap masalah-masalah yang berdampak pada lingkungan seperti polusi, limbah, keamanan produk dan tenaga kerja. 

Munculnya CSR ini akibat adanya modernisasi masyarakat yang sudah memahami bahwa aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan akan berdampak negatif pada lingkungan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak kasus terjadi yang melibatkan perseteruan antara perusahaan dan masyarakat. Limbah pabrik dan pencemaran limgkungan menjadi faktor besar pemicu terjadinya permasalahan tersebut, dan tentukan perusahaan akan menanggung biaya besar untuk penyelesaian permasalahan tersebut, untuk itu pihak perusahaan akan lebih memilih dengan memberikan CSR yang secara finansial akan lebih menguntungkan perusahaan dibandingkan apabila dia terlibat permasalahan dengan lingkungan ataupun masyarakat sekitar.

Selain itu bila ditinjau dari segi pemerintah, tiga pilar pelaku utama dalam pembangunan yang seharusnya berjalan, yaitu Pemerintah, Masyarakat dan pihak swasta akan tampak nyata dengan adanya CSR ini. Misalkan beberapa program pemerintah yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh pemerintah, maka bisa disinergikan dengan program CSR, yang tentukan telah dibahas lebih dahulu dalam perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan keuangan pihak pemberi CSR atau perusahaan. Tentu saja hal ini akan sangat menguntungkan bagi para pihak, Pemerintah, masyarakat maupun perusahaan, sebagaimana simbiosis mutualisme, 

Dengan CSR tentu pemerintah akan sangat terbantu dalam pemenuhan kebutuhan untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, misalkan dalan penyediaan infrastruktur baik software maupun hardware. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan, bahwa untuk penyediaan infrastruktur sampai dengan tahun 2024, anggaran APBN hanya mampu menampung 40 % dari seluruh anggaran yang dibutuhkan. Untuk pembangunan infrastruktur, lalu bagaimana yang 60 % ?, memang saat ini pemerintah sedang gencar melaksanakan dan menghimbau pemerintah daerah untuk melakukan upaya kerjasama dengan pihak swasta dalam penyediaan infrastruktur, sebagai salah satu upaya pemecahan masalah keterbatasan anggaran tapi dituntut untuk membangun penyediaan layanan kepada masyarakat, namun perlu dipahami bahwa saat pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta tentu akan ada beban biaya yang akan ditanggung oleh pemerintah untuk membayar pelaksanaan kerjasama tersebut, yang disebut sebagai pengembalian modal kepada pihak swasta yang pastinya akan dibarengi dengan margin atau keuntungan untuk pihak swasta namun dalam kewajaran.

Kita bisa liat dengan ilustrasi berikut : untuk membangun sebuah rumah sakit tipe C, dengan 160 Tempat Tidur, dengan layanan unggulan Lung Center dan Trumatology center karena daerah/lokasi rumah sakit tersebut rawan penyakit pernafasan dan angka kecelakaan yang cukup tinggi, karena daerah tersebut terdapat banyak perusahaan, dan pemerintah membutuhkan dana 350 milyar, sedangkan anggaran pemerintah tidak mencukupi, maka pemerintah bekerjasama dengan pihak swasta, dimana pemerintah hanya menyediakan lahan/asetnya untuk pembangunan rumah sakit tersebut, kemudian, pihak swasta akan membangun gedung, operasionalnya dan manajemenya rumah sakit akan di jalankan dalam jangka waktu tertentu/konsesi kerjasama yang disepakati, misalnya 10 tahun. Kemudian saaat pembangunan selesai dan masa operasional rumah sakit tersebut, maka pemerintah akan mengembalikan biaya pembangunan dan operasional rumah sakit kepada pihak swasta dengan cara mencicil sesuai masa konsesi (misalkan 10 tahun) tentunya di sertai bagi hasil atas operasionalisasi rumah sakit tersebut dan ditambah dengan marginya. setelah 10 tahun, selesai masa kerjasamanya aset dan bangunan termasuk manajemen rumah sakit, sarana prasarana yang ada  termasuk SDM nya diserahkan kepada pemerintah dan menjadi milik pemerintah sepenuhnya.

Dari ilustrasi tersebut, memang membantu anggaran keuangan pemerintah sementara waktu, namun pemerintah tetap akan diberikan beban untuk mencicil, lain halnya bisa pembangunan rumah sakit tersebut dalam konsep CSR, tentunya Pemerintah akan mendapatkan infrastruktur secara gratis tanpa harus mengembalikan biayanya.

Konsep pembangunan Infrastruktur dalam skema CSR harus dilakukan dalam perencanaan yang matang melalui pembahasan perencanaan pembangunan daerah dan disinergikan dengan perencanaan keuangan perusahaan, agar supaya para pihak saling memahami kebutuhan dan kemampuan masing-masing, hal-hal apa yang dibutuhkan pemerintah, dan sejauh mana kekuatan keuangan perusahaan untuk mensupport pelaksanaan program pemerintah tersebut. Sehingga terdapat harmonisasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program CRS tersebut.

Apabila perusahaan sudah ambil peran untuk memberikan program CSR nya, maka pemerintah seharusnya bisa memberikan apresiasi kepada perusahaan tersebut, misalkan berupa keringanan pajak. Dengan demikian diharapkan Perusahaan akan lebih aktif dan bersemangat untuk meningkatkan program CSR nya, dan tentunya pemerintah akan diuntungkan dengan tersedianya sarana prasarana dan infrastruktur untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

KESIMPULAN

Dengan demikian, dapat kita sarikan, bahwa keberadaan program CSR sangat penting dalam mendukung upaya pemerintah melaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat, khususnya sebagai alternatif dukungan terhadap keuangan pemerintah.

Para pihak akan saling diuntungkan, baik Pemerintah, Pihak swasta/Perusahaan maupun masyarakat, seperti halnya simbiosis mutualisme, pemerintah tetap bisa melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk masyarakat meskipun keuangan terbatas, tapi fasilitas, sarana-prasarana, infrastruktur tetap bisa disediakan, masyarakat bisa menikmati layanan yang lebih baik, kemudahan akses dan lain-lain, sedangkan perusahaan juga akan diuntungkan, dengan adanya jaminan keberlangsungan keberadaan dan operasional perusahaan, termasuk dari segi keuangan dan eksistensinya.

Penulis: ELY WIDI ASTUTIK NIM. 228221018

Related Articles

Back to top button