Perkembangan Internasional

Nilai dan Identitas Konstitusional: Konstitusi Perbandingan Negara Anggota ASEAN

Pola ketatanegaraan dan ketatanegaraan Barat sebagian besar ditransplantasikan dan tumbuh di sebagian besar Konstitusi negara anggota ASEAN (Chen, Albert H.Y: 2016). Kecuali Thailand, beberapa negara anggota ASEAN kebanyakan mengalaminya dari masa kolonial. Indonesia berpengalaman dengan koloni Belanda, Malaysia dan Singapura berpengalaman dengan koloni Inggris, Vietnam berpengalaman dengan penjajahan Perancis, Jerman, Inggris dan AS, Filipina berpengalaman di bawah kekuasaan Spanyol, koloni AS dan Jepang, Laos berpengalaman dengan Jepang dan pendudukan Perancis, Brunei Darussalam berpengalaman dengan pendudukan Spanyol, Inggris, dan Jepang, Kamboja berpengalaman dengan pendudukan Perancis dan Vietnam, dan Myanmar berpengalaman dengan penjajahan Inggris. Penjajahan memungkinkan hampir semua negara anggota ASEAN mengadopsi nilai-nilai konstitusional Eropa dalam Konstitusinya. Konstitusi negara-negara anggota ASEAN sangat menarik untuk disandingkan. Membandingkan Konstitusi adalah salah satu cara untuk memulai dialog konstitusional antar negara anggota.

Identitas Konstitusional Suku, Agama, dan Tradisi
Brunei Darussalam mutlak merupakan negara yang ingin mengedepankan identitas agama, etnis, dan tradisi sebagai ideologinya. Ideologi Melayu Islam Beraja menjadi dasar legitimasi politik monarki dan justifikasi kerajaan turun-temurun sebagai sistem pemerintahan yang relevan, mengakui Islam sebagai agama nasional, dan melestarikan tradisi etnis Melayu sebagai identitas bangsa (Thalib, Naimah S: 2019) . Di sisi lain, Thailand mempromosikan ideologi Bangsa, Agama, dan Raja bersama dengan Konstitusi dan Demokrasi (Nelson, Michael H: 2016). Dalam Pembukaan Konstitusinya, Undang-Undang Republik Demokratik Rakyat Laos tahun 2013 menetapkan bahwa masyarakat multietnis Laos telah ada dan berkembang di tanah tercinta ini selama ribuan tahun. Sedangkan pada Pasal 9 Konstitusi Laos secara tegas menegaskan nilai religius umat Buddha. Dalam Pasal 23 Konstitusi Laos, Konstitusi mempromosikan bahwa Negara melestarikan budaya nasional yang mewakili tradisi baik negara dan etnisnya sembari menerima budaya asing progresif yang dipilih. Konstitusi Vietnam dalam pembukaannya menegaskan bahwa “..dalam perjalanan sejarah ribuan tahun mereka, rakyat Vietnam ……, dan telah menciptakan peradaban dan budaya Vietnam”. Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (2) menyiratkan bahwa Undang-Undang Dasar bagi seluruh warga Vietnam yang hidup di dalam dan di luar negeri harus melestarikan identitas budaya Vietnam. Dalam rancangan konstitusional yang berbeda, Konstitusi Brunei Darussalam pada Pasal 3 menunjukkan identitas konstitusional bahwa negara mengakui agama Islam sebagai agama resmi di Brunei Darussalam. Konstitusi juga melestarikan tradisi dengan mengakui Majlis Mensyuarat Adat Istiadat pada Pasal 3A. Di sisi lain, Konstitusi Malaysia menunjukkan identitas agama dalam Pasal 3 ayat (1) UUD dan memberikan jaminan bagi pemeluk agama lain. Berbeda dengan Malaysia, Indonesia secara de facto adalah negara sekuler. Konstitusi secara eksplisit menegaskan bahwa negara mengakui Tuhan Yang Maha Esa dan mengakui Tuhan Yang Maha Esa dan hanya Tuhan yang ada dalam ayat 4 Pembukaan Konstitusi. Dari segi tradisi dan suku, UUD 1945 menetapkan bahwa suku bangsa Indonesia dan pelestarian keanekaragaman masyarakat adat dan hak adat berada di bawah Negara Kesatuan Indonesia dalam Pasal 18B. Padahal, Konstitusi Thailand pada Pasal 7 mengakui Raja adalah Buddha dan Penegak agama. Identitas agama dapat ditemukan dalam Pasal 67 ayat 1 yang menyebutkan bahwa negara mendukung dan melindungi agama Buddha dan agama lain. Lebih lanjut, dalam ketentuan umum, Konstitusi Thailand mencerminkan identitas etnis masyarakat Thailand serta melestarikan tradisi monarki Thailand. Sementara itu, Konstitusi Filipina menetapkan keluarga Filipina sebagai dasar bangsa dalam Pasal XV Ayat 1. Pasal XIV Ayat 14 Konstitusi Filipina menegaskan komitmen negara dalam melestarikan tradisi Filipina berdasarkan asas persatuan dalam kebhinekaan. Dalam beberapa ketentuan, Konstitusi Kamboja mengatur tentang etnisitas warga Khmer. Berkaitan dengan tradisi identitas, Konstitusi Kamboja menyiratkan identitas tradisional dengan mengakui tradisi Kerajaan Kamboja dalam seluruh ketentuan konstitusional. Mengenai identitas agama, Konstitusi tidak secara tegas menyebutkan agama tertentu, melainkan hanya menyebutkan bahwa motto Kerajaan Kamboja adalah “Bangsa, Agama, Raja” dalam Pasal 4 Konstitusi Kamboja. Di sisi lain, Konstitusi Myanmar menyebut identitas etnis sebagai kolektivitas ras multinasional. Konstitusi tidak menyiratkan identitas agama apapun. Sedangkan Konstitusi Singapura memberikan ketentuan khusus pada Bagian XII Ketentuan Umum dalam Konstitusi Singapura. Dalam Bagian 15.2 dari Bagian XIII, Konstitusi menegaskan pengakuan khusus dan kedudukan khusus orang Melayu yang merupakan penduduk asli Singapura. Lebih lanjut, dalam Pasal 15.3 Bagian XIII, UUD memberikan perhatian khusus pada urusan agama Muslim.

Negara anggota ASEAN seperti Thailand dan Laos memberikan ketentuan konstitusional khusus tentang agama Buddha. Sedangkan nilai Islam secara eksplisit tertulis dalam Konstitusi Brunei Darussalam dan Malaysia. Negara anggota lainnya, seperti Indonesia, Filipina, Singapura, dan Vietnam memiliki nilai agama konstitusional yang netral dimana tidak ada ketentuan khusus mengenai identitas agama tertentu.
Nilai Kerja Sama Regional dan Upaya Mengantisipasi Ancaman Regional Bersama
Konstitusi Vietnam pada Pasal 12 memberikan kesediaan, keterbukaan dan kesempatan untuk berhubungan dengan negara lain sesuai dengan instrumen hukum internasional. Dalam Pembukaan Konstitusi Myanmar, Konstitusi memberikan komitmen bahwa negara menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai antarnegara dengan tujuan mewujudkan perdamaian dunia dan hubungan persahabatan antarnegara. Komitmen untuk bekerja sama dengan dunia internasional sebagai antisipasi ancaman global dan regional juga tertuang dalam Konstitusi Singapura pada Bagian III Bagian 7 yang menunjukkan komitmen negara untuk berpartisipasi dalam skema kerjasama internasional yang bermanfaat bagi Singapura. Di sisi lain, Konstitusi Filipina dalam Pasal II menyiratkan komitmen Filipina untuk menghadapi ancaman regional bersama. Salah satu asas negara tersirat dalam Bagian 5 pasal tersebut, yang menyebutkan bahwa “pemeliharaan perdamaian dan ketertiban, perlindungan kehidupan, kebebasan, dan properti, dan peningkatan kesejahteraan umum sangat penting untuk dinikmati oleh semua orang. berkat demokrasi.
Menurut Konstitusi Kamboja, Konstitusi mencerminkan kesediaan untuk mengadopsi instrumen internasional dalam Pasal 31. Padahal, Konstitusi Laos secara eksplisit menyampaikan komitmen dalam mengantisipasi setiap konflik dan ancaman dalam sebagian besar ketentuan konstitusionalnya. Secara spesifik, Pasal 12 UUD Laos memberikan landasan konstitusional untuk menjaga perdamaian, yang secara implisit mengacu pada antisipasi setiap ancaman. Namun, Konstitusi Kamboja menunjukkan preferensi Kerajaan untuk bersikap netral secara militer terhadap komunitas internasional dan tidak akan mengirim bantuan militer ke luar negeri. Ini tercermin dalam Pasal 53 Konstitusi. Konstitusi Thailand yang baru pada Bab VI mengatur tentang Directive Principles of State Policies yang salah satu nilainya adalah kesediaan untuk bekerjasama dengan organisasi internasional. Padahal, Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk turut serta menjaga perdamaian dan keamanan kawasan. Komitmen tersebut disampaikan dalam Pembukaan UUD dan tertuang dalam beberapa ketentuan konstitusi.

Kesimpulan
Konstitusi komparatif negara-negara anggota ASEAN dapat menjadi cara untuk mencerminkan dan menjembatani dialog bahwa suatu negara anggota memiliki kesediaan untuk berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dan keamanan kawasan serta memperkuat kerja sama kawasan. Membandingkan konstitusi akan memberikan manfaat untuk mengenal dan memahami nilai-nilai konstitusi, identitas ketatanegaraan dan sistem ketatanegaraan negara-negara anggota ASEAN. Sepuluh Konstitusi negara anggota ASEAN mencerminkan perbedaan nilai-nilai konstitusional. Selain perbedaan sistem pemerintahan, sistem ketatanegaraan, dan identitas ketatanegaraan, sebagian besar konstitusi negara anggota ASEAN secara eksplisit mencerminkan identitas modern sebagai negara yang menjunjung supremasi hukum sekaligus mendorong sistem demokrasi. Beberapa negara anggota mengadopsi nilai-nilai agama dalam Konstitusi sedangkan tradisi kesukuan dilindungi dan dilestarikan dalam Konstitusi.

Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga
email : rosa@fh.unair.ac.id

Related Articles

Back to top button